BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit
jantung bukan hanya monopoli orang dewasa, melainka juga di alami anak-anak.
Sejak masa dalam rahim, manusia rentan terhadap kelainan jantung bawaan yang
terjadi pada masa organ tubuh vital tersebut.
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita menyebutkan
dari 1.000 bayi yang lahir hidup di
berbagai daerah di Tanah Air, enam hingga sembila di antaranya mengindap
kelainan jantung bawaan. Dengan demikian, tiap tahun sedikitnya 40.000 bayi
hidup dengan jantung bocor. Mayoritas bayi yang lahir dengan penyakit jantung
bawaan (PJB) itu meninggal sebelum berusia satu tahun. Sementara bayi yang bisa
diselamatkan melalui pembedahan hanya 800 hingga 900 kasus pertahun, sebagian
besar dilakukan di Pusat jantung Harapan Kita. Berbeda dengan angka kasus
penyakit jantung reumatik yang cenderung menurun namun dalam beberapa tahun
terakhir, jumlah kasus kelainan jantung bawaan justru tidak menurun.Terjadinya
kelainan jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk genetik. Ada beberapa
faktor yang dapat menimbulkan gangguan jantung
yang dapat menimbulkan gangguan
jantung yang terjadi pada masa kehamilan tiga bulan pertama, antara lain
paparan sinar rontgen, trauma fisik dan psikis, serta minum jamu atau pil
kontrasepsi.
Kelainan
jantung bawaan juga dapat terjadi jika
ibu dan janin berusia di atas 40 tahun, menderita penyakit kencing manis,
campak dan hipertensi (darah tinggi) serta jika ayah dan ibu merokok saat janin
berusia 3 bulan dalam rahim.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit jantung bawaan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
umum
Menjelaskan
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan.
Tujuan
khusus
1. Mendeskripsikan definisi dari penyakit jantung bawaan.
2. Mendeskripsikan etiologi dari penyakit jantung bawaan.
3. Mendeskripsikan patofisiologi dari penyakit jantung
bawaan.
4. Mendeskripsikan manifestasi klinis dari penyakit jantung
bawaan.
5. Mendeskripsikan klasifikasi dari penyakit jantung bawaan.
6. Mendeskripsikan komplikasi dari penyakit jantung bawaan.
7. Mendeskripsikan pemeriksaan diagnostik dari penyakit
jantung bawaan.
8. Mendeskripsikan penatalaksanaan medis dari penyakit
jantung bawaan.
1.4 Manfaat Penulisan
Bagi
mahasiswa
Dengan
adanya makalah ini dapat dijadikan referensi dalam penulisan askep yang
berkaitan dengan penyakit jantung bawaan, dan dapat dijadikan pedoman dalam
penulisan asuhan keperawatan.
Bagi
institusi
Dapat dijadikan tambahan referensi
perpustakaan berkaitan dengan penyalkit jantung bawaan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan
adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang
telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan
pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi.
Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini
menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah
mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.(IPD FKUI,1996 ;1134).
Penyakit Jantung Bawaan ( PJB ) merupakan kelainan susunan
jantung yang sudah dalam kandungan. Tetapi kelainan jantung ini tidak
memberikan gejala yang segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan
ini.muncul setelah pasien berumur beberapa bulan atau tahun. ( Asuhan
Keperawtan Bayi dan Anak, hal 118 ).
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus
aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta
desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15
jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2
– 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent
Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227).
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus
arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu
pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang
bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita
Yuliani, 2001; 235).
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya
duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara
langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan
lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375).
2.2
Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai
pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor prenatal
· Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
· Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu.
· Umur ibu lebih dari 40 tahun.
· Ibu menderita diabetes mellitus yang memerlukan insulin.
2. Faktor genetik
· Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung
bawaan.
· Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
· Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
· Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(
Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh
Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
2.3
Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang
bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan
tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang
bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan
yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang
bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan
terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga
jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek pada sekat
ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada
obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung
kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari
ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke
ventrikel kiri yang kaya akan oksigen,
keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat
kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu
rendah akan menyebabkan sianosis.
Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan kerja
jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
2. Curah jantung yang
rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan,
intoleransi terhadap aktivitas.
3. Hipertensi
pulmonal, dengan gejala: dispnea, takhipnea
4. Penurunan saturasi
oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
( Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, 1993).
2.4
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA (Patent Duktus Arteriosus) pada bayi
prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan
prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel
tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin
asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
kongestif (CHF).
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung :
1. Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian
menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas).
2. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol
dan meloncat-loncat, tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg).
3. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari
hiperemik
4. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah
pulmonal.
5. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah.
6. Apnea, Tachypnea
7. Nasal flaring
8. Retraksi dada
9. Hipoksemia
10. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan
masalah paru).
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002
; 376).
2.5
Klasifikasi
Pembagian atas dasar kelainan fungsi sirkulasi yang terjadi,
yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik:
a. Dengan vaskularisasi paru normal: stenosis aorta,
stenosis pulmonal, koarktasio aorta, kardiomiopati.
b. Dengan vaskularisasi paru bertambah: defek septum atrium,
defek atrioventrikularis, defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten,
anomaly drainase vena pulmonalis parsial.
2. Penyakit jantung bawaan sianotik:
a. Dengan vaskularisasi paru bertambah: transposisi arteri
besar tanpa stenosis pulmonal, double outlet right ventricle tanpa stenosis
pulmonal, trunkus arteriosus persisten, ventrikel tunggal tanpa stenosis
pulmonal, anomaly total drainase vena pulmonalis.
b. Dengan vaskularisasi paru berkurang: stenosis pulmonal
berat pada neonates, tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia tricuspid,
anomaly Ebstein. (Sastroasmoro & Maldiyono, 1996)
2.6
Komplikasi
1. Endokarditis
2. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
3. CHF
4. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
5. Enterokolitis nekrosis
6. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom
gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
7. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah
trombosit
8. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
9. Aritmia
10. Gagal tumbuh. (Betz & Sowden, 2002 ; 376-377,
Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
2.7
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat
kardiomegali.
2. Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan
konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk
mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
4. Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada
PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih
besar. sangat menentukan dalam diagnosis anatomik.
5. Kateterisasi
jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru. (Betz & Sowden,
2002 ;377)
2.8
Penatalaksanaan Medis
· Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian
obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular,
Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan
duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
· Pembedahan : Operasi penutupan defek, Pemotongan atau
pengikatan duktus.dianjurkan saat berusia 5-10 tahun.
· Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada
pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat
dioperasi.
· Pemotongan atau pengikatan duktus.
· Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan
pada waktu kateterisasi jantung. (Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi,
Rita Yuliani, 2001 ; 236)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
a. Data subyektif :
· Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20
tahun atau > 35 tahun.
· Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
· Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,
vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
· Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya.
· Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan
pokok maupun selingan.
· Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat
menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
b. Data Obyektif :
· Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
· Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.
· Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress.
· Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM ( jika refleks+).
· Pemeriksaan penunjang :
Tanda
vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
Laboratorium
: protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3
gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ
urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat
badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
Tingkat
kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
USG
; untuk mengetahui keadaan janin
NST
: untuk mengetahui kesejahteraan janin
3.2
Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
Ds :
Do :
1.
Perubahan perilaku
2.
Perubahan reaksi pupil
3.
Ketidaknormalan dalam berbicara
|
Hipoksia
Suplai darah ke otak
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
|
2.
|
Ds
:
Do:
1.
PCH
2.
Perubahan gerakan dada.
3.
Fase ekspirasi yang lama.
4.
Penggunaan otot bantu nafas.
|
Polisitemia
Trombosis
Embolisme
paru
Dipsnea
|
Pola
nafas tidak efektif
|
3.
|
Ds :
Do :
1.
Edema
2.
Perubahan elektrolit.
|
Hipertrofi
ventrikel kanan
Curah
jantung kanan < darah yang masuk
Penurunan
alirah darah balik ginjal
Akumulasi
cairan tubuh
Edema
perifer
|
Kelebihan
volume cairan
|
4.
|
Ds :
Do :
1.
Menurunnya respon.
2.
Keterlambatan atau kesulitan dalam menguasai suatu keterampilan.
3.
Efek datar.
|
Aliran
darah paru
O2
dlm darah
Hipoksemia
Kelemahan
Mudah
lelah jika beraktifitas
|
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan
|
5.
|
Ds :
Do :
|
Syok
hipovolemik
MRS
orangtua
|
Kurang
pengetahuan
|
6.
|
Ds :
Do :
1.
Khawatir
2.
Gerakan berlebihan
3.
Kontai mata buruk
4.
Gelisah.
|
Syok
hipovolemik
MRS
orangtua
|
Ansietas
|
7.
|
Ds :
Do :
1.
Tidak tertarik untuk makan.
2.
Bising usus hiperaktif.
3.
Tonus otot buruk.
|
Kelemahan
Anoreksia
Intake
|
Ketedakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
3.3
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penurunan
kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus
sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d ketidakkuatan
oksigen dan nutrient pada jaringan.
6. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan
perawatan b/d misinterpretasi informasi.
7. Ansietas berhubungan dengan mekanisme koping inefektif.
3.3`Rencana
Keperawatan
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Ketidakefektifan perfusi jaringan
otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh
darah.
|
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
selama .... x 24jam, perfusi jaringan otak adekuat dan tercapai secara
optimal.
Kriteria Hasil :
1.
Menunjukkan fungsi sensori motor yang utuh.
2.
Mempunyai pupil yang sebanding dan reaktif.
3.
Menunjukkan fungsi autonomik yang utuh.
|
1.
Pantau TTV.
2.
Pantau tingkat kesadaran dan orientasi.
3.
Pantau reflek korneal batuk dan muntah.
4.
Pantau tonus otot, pergerakan motorik, gaya berjalan, dan kesesuaian.
5.
Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan )
Kolaboratif :
Berikan obat-obatan untuk
meningkatkan volume intravaskuler, sesuai kebutuhan.
|
2.
|
Pola nafas tidak efektif b/d
penurunann ekspansi paru.
|
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan selama ... x 24jam, pola nafas pasien kembali efektif.
Kriteria Hasil :
1.
Menunjukkan pernafasan optimal.
2.
Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
3.
Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
|
1.
Pantau adanya pucat dan sianosis.
2.
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
3.
Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu, serta
rektraksi otot juga klavikula dan juga intercosta.
4.
Pantau pola pernafasan.
5.
Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan tersengal- sengal.
Kolaborasi :
1.
Berikan tindakan (misalnya, bronkodilator) sesuai dengan program atau
protokol sesuai kebutuhan.
|
3.
|
Kelebihan volume cairan b/d
kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
|
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan selama ...x 24jam, kebutuhan cairan pasien dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
1.
Mempertahan tanda vital dalam batas normal.
2.
Tidak mengalami pernafasan dangkal.
3.
Hematokrit dalm batas normal.
|
1.
Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, skaral, dan periorbital pada skala
1+ samapai 4+.
2.
Pantau secara teratur lingkar abdomen dan tungkai bawah.
3.
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kemajuannya.
4.
Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran.
5.
Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan.
6.
Tinggikan ektremitas untuk mingkatkan aliran darah balik vena.
Kolaborasi :
Lakukan dialisis jika
diindikasikan, berikan diuretik sesuai kebutuhan.
|
4.
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan umum.
|
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan selama ... x 24jam, nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
1.
Mempertahankan berat badan.
2.
Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet.
3.
Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal.
4.
Melaporkan keadekuatan tingkat energi.
|
1.
Motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
2.
Ketahui makanan kesukaan pasien.
3.
Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.
4.
Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
5.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
6.
Hindari prosedur infasif sebelum makan.
Kolaborasi :
Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan
protein atau kehilangan protein.
|
5.
|
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan b/d ketidakkuatan oksigen dan nutrient pada jaringan.
|
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan selama .. x 24jam, pasien menunjukkan perkembangan kemajuan fisik,
kognitif, dan psikososial.
Kriteria Hasil :
1.
Anak akan mencapai norma pertumbuhan yang diharapkan.
2.
Anak akan mencapai tahapan penting perubahan fisik, kognitif dan kemajuan
psikososial.
|
1.
Kaji pengetahuan penerima keperawatan
2.
Lakukan pengkajian kesehatan secara sekasama.
3.
Identifikasi masalah fisik yang potensial dan berhubungan.
4.
Pantau interaksi komunikasi anak.
5.
Dukung anak untuk mengepresikan diri melalaui pujian atau umpan balik positif
atas usaha –usahanya.
6.
Ciptakan lingkungan sehingga dapat mekukan aktifitas kehidupan sehari-hari
dengan kemandirian penuh.
|
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Penyakit jantung bukan hanya monopoli orang dewasa, melainka
juga di alami anak-anak.Mayoritas bayi yang lahir dengan penyakit jantung
bawaan (PJB) itu meninggal sebelum berusia satu tahun. Sementara bayi yang bisa
diselamatkan melalui pembedahan hanya 800 hingga 900 kasus pertahun, sebagian
besar dilakukan di Pusat jantung Harapan Kita.
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan
oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom
gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6
jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA
lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF).
4.2
Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca sebagai
calon perawat perawat profesional dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan
pasien anak dengan penyakit jantung bawaan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar